Gunungsitoli, Cahayapost.com
Lagi, Adv. Faahakhõdõdõ Telaumbanua, S.H., C.PS., C.NS., C.IW. alias Bung Fakha dan Tim nya, Adv. Fataro Halawa, S.H. dari Kantor Hukum Bung Fakha & Rekan, yang berkantor Pusat di Jl. K.L. Yos Sudarso Km. 5 Hilihao, Kota Gunungsitoli, Propinsi Sumatera Utara, memenangkan perkara klien F.S. Halawa dari Teluk Dalam, Kab. Nias Selatan, Propinsi Sumatera Utara.
Putusan Nomor: 15/Pdt.G/2024/PN Gst tersebut, diucapkan oleh Majelis Hakim yang terdiri dari Dody Rahmanto, S.H., M.H. (Ketua Majelis), dan hakim Anggota Rocky Belmondo Febrianto Sitohang, S.H., M.H. dan Alfan Perdana, S.H., dengan Panitera Pengganti Yakub Frans Sihombing, S.H., M.H. secara e-Litigasi pada Rabu (5/6/2024).
Adv. Fataro Halawa, S.H. yang dihubungi Cahayapost.com pada Kamis (6/6/2024) sore mengatakan bahwa pihaknya berterimakasih kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gunungsitoli yang telah mengabulkan gugatan kliennya untuk seluruhnya, dan berharap kedepan tidak ada lagi upaya hukum dari Tergugat.
“Kami berterimakasih atas putusan Majelis Hakim, dan juga berterimakasih kepada klien kami beserta keluarga telah mempercayakan kami Advokat untuk mendampingi Penggugat dalam perkara ini” ujar Fataro.
Sementara itu, Adv. Faahakhõdõdõ Telaumbanua, S.H., C.PS., C.NS., C.IW. alias Bung Fakha yang dimintai tanggapannya pada Jum’at (7/6/2024) di Kantornya mengatakan bahwa pihaknya berterimakasih kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gunungsitoli yang memeriksa dan memutus perkara ini, dan juga kepada kliennya dan keluarga yang telah mempercayakan Kantor Hukum Bung Fakha & Rekan untuk mendampingi klien ini dalam perkara ini.
Bung Fakha menjelaskan bahwa perkara ini telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Gunungsitoli pada 20 Maret 2024, dan pihaknya berterimakasih bahwa prosesnya berjalan dengan lancar sehingga bisa putus dalam waktu yang singkat.
Dijelaskannya lagi, dengan adanya putusan ini, maka perkawinan antara kliennya, F.S. Halawa dengan Tergugat S.M. Zalukhu dinyatakan putus dengan segala akibat hukumnya, keduanya bisa melanjutkan hidupnya masing-masing tanpa ikatan, sehingga masing-masing dapat mencari dan menentukan masa depannya sendiri-sendiri untuk kebahagiaan pribadi masing-masing, karena selama ini sudah bertahun-tahun tidak ada kecocokan antara kedua belah pihak.
Bung Fakha juga mengatakan, perkara perceraian ini memang dalam penanganannya terkadang menjadi dilema, dimana Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatakan bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa”.
“Seharusnya, perkawinan adalah untuk bahagia bersama, berjalan bersama dalam kebahagiaan, untuk mencapai bahagia abadi bersama. Namun, terkadang dalam perjalananya, perkawinan mengalami berbagai problema, sehingga menjadikan perkawinan bukan lagi rumah tangga bahagia, tetapi malah menjadi neraka bersama. Nah, dari pada mempertahankan suatu perkawinan terus menjadi neraka bersama, maka, menurut hemat kami, lebih baik menyelamatkan kedua belah pihak dengan perceraian, sehingga setelah itu, masing-masing akan bisa mencari bahagianya sendiri-sendiri” jelas Bung Fakha.
Dewasa ini, lanjut Bung Fakha, bahkan sejak dahulu kala, perceraian bukanlah suatu hal yang tabu dan lucu, tetapi ia adalah suatu langkah untuk menyelamatkan dua anak manusia yang tidak mungkin lagi hidup bersama dalam perkawinan yang bahagia.
“Namun demikian, sebaiknya suatu perkawinan tetap bisa dipertahankan sampai maut memisahkan kedua insan. Akan tetapi, ketika memang tujuan perkawinan tidak bisa tercapai, dari pada hidup kedua insan jadi neraka atau bisa mengakibatkan keduanya saling menyakiti, saling menyiksa, atau saling bunuh-bunuhan, maka langkah penyelamatan adalah perceraian yang sah dimata hukum” terang Bung Fakha.
Secara Alkitabiah juga, lanjut Bung Fakha, ada tertulis “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Matius 19:6), dan dalam pasal lain, “Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.” (Matius 19 : 9).
“Tuhan memang menginginkan kedua orang yang telah menikah untuk tetap bersatu, tetapi, Tuhan juga tidak melarang perceraian ketika tujuan perkawinan itu sudah tidak sesuai lagi dengan hukum Negara dan hukum Tuhan” kata Bung Fakha.
Ada tertulis, lanjut Bung Fakha, “Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan isterinya harus memberi surat cerai kepadanya.” (Matius 5 : 31).
“Jadi, kita tidak boleh merendahkan, menghina, atau menyalahkan setiap orang yang bercerai, karena itu bukanlah suatu hal yang tabu, karena jalan hidup setiap orang berbeda-beda. Dan terkadang, perpisahan adalah suatu solusi terbaik untuk kebahagiaan orang yang kita cintai, karena sejatinya cinta adalah membiarkan sesuatu atau seseorang yang sangat kita cintai untuk mendapatkan bahagianya sendiri, sekalipun kita mungkin terluka” jelas Bung Fakha.
Bung Fakha: Ini kemenangan ke tiga dalam minggu ini.
Bung Fakha juga mengatakan, pihaknya sangat berterimakasih dan bersyukur kepada Tuhan, bahwa dalam satu minggu ini, ada tiga perkara klien yang dimenangkan oleh Bung Fakha bersama Tim, baik yang ditangani oleh Kantor Hukum Bung Fakha & Rekan, maupun yang ditangani oleh Lembaga Bantuan Hukum Cahaya Keadilan Masyarakat (LBH CKM)
“Perkara Nomor 15 ini adalah kemenangan ke tiga dalam minggu ini. Pada Senin 3 Juni 2024, kami memenangkan perkara perdata nomor 16/2024 di PN Gunungsitoli antara S. Gulo dan Tergugat M. Laia, kemudian pada tanggal 4 Juni 2024 perkara nomor 26/Pdt.G/2023/PN Gst antara Forius Zega dkk melawan Foriman Zega dkk kami menang di tingkat Banding, dan kemudian pada tanggal 5 Juni 2024, perkara nomor 15/2024 ini kami menangkan di Pengadilan Negeri Gunungsitoli. ” Kata Bung Fakha. (TH)